Rabu, 17 Juni 2009

Resume Buku

Judul Buku : Spiral Kekerasan (spiral of violence sheed and Ward)
Pengarang : Dom Helder Camara
Penerjemah : Komunitas Apiru
Penerbit : Insist Perss

Spiral Kekerasan
Kriminalitas, kriminalitas selalu ada di setiap daerah di muka bumi ini salah satu bentuknya adalah Kekerasan. Spiral kekerasan dari Dom Helder Camara ini bisa dikatakan buah karya tentang kekerasan yang sangat berharga. Teori ini bisa disejajarkan dengan teori kekerasan structural dari Johan Galtung. Namun teori ini lebih bersifat induktif-analitik, yang diangkat dari observasi dan pengalaman langsung di lapangan.

Teori ini dapat menjelaskan bekerjanya kekerasan dari bentuk kekerasan yang bersifat personal, institusional dan structural, yaitu ketidakadilan, kekerasan pemberontakan sipil, dan repsesi negara yang ketiganya terkait satu sama lainnya. Untuk mengetahui bagaimana ancaman kekerasan terhadap kemansian, dan solusi yang valid untuk mengatasi kekerasan tersebut penulis akan mereview buku yang di tulis oleh Dom Helder Camara tentang Spiral Kemanusiaan.
I. Ancaman Terhadap Kemanusiaan

a. Menatap Dunia

Betapa mudahnya menemukan ketidakaadilan di manapun; ketidak adilan dalam berbagai bentuk dan tingkatanya; ketidakadilan dalam segalanya. Di negara berkembang salah satu contohnya, ketidakadilan mempengaruhi berjuta-juta manusia untuk menurunkan taraf hidup mereka kedalam kondisi ‘sub-human’. Kondisi dimana diadalamnya terlalau sering terkandung apa yang dapat disebut peninggalan kemiskinan. Sudah rahasia umum bahwa kemiskinan lebioh dari sekedar membunuh; ia menyebabkan kerusakan fisik, kerusakan psikologis dan kerusakan moral yang tidak tampak tetapi sungguh nyata terjadi, hidup tanpa kepastian akan masa depan dan harapan sehingga jatuh kedalam fatalism dan merosot kedalam mental pengemis.
Namun, ketidakadilan bukanlah monopoli dunia ketia. Ketidakadilan ada juga di negara-negara maju baik itu di pihak kapitalus maupun di pihak sosialis. Di dunia kapitalis, termasuk negara-negara yang paling kaya sekalipun, masih terdapat lapisan masyarakat yang terbelakang.
Sebagaimana sudah diketahui, presiden Lyndon Jhonson menyatakan perang terhadap kemiskinan di Amerika Serikat. Walaupun benar bahwa hal-hal yang dipertimbangkan sebagai kondisi sub-human dinegara-negara maju tidak sama persis seperti yang ada di negara-negara berkembang, tidak salah bahwa perbedaaan antara kemiskinan dan kekayaan di negara-negara maju meinimbulkan kontras yang tajam dan parah.
Tetapi ketidakadilan memperlihatkan dimensi yang sungguh lain, ketika kita memandang relasi-relasi antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang atau negara-negara terbelakang. Saat ini dunia pertama berbangga dan percaya diri dengan bom nuklirnya dan berpikir bahwa ia dapat menertawakan si raksasa dengan kaki dari tanah liat, Dunia ketiga. Tetapi apakah para pemilik bom nuklir sungguh memahami cakupan dan konsekuensi-konsekuensi dari bom kemiskinan.
Tetapi ada kesimpulanlain yang tak terelakkan, yang masih lebih serius, dan harus diperhatikan karena akibat-akibatnya yang tragis. Kasus-kasus ketidakadilan yang terjadi di Dunia Ketiaga, dalam relasi-relasi antara Dunia Pertama dan Dunia Ketiga akan ditemukan bahwa dimanapun ketidakadilan itu adalah berbentuk kekerasan. Dapat dan harus dikatakan bahwa dimanapun ketidakadilan adalah sebuah kekerasan yang mendasar (basic), kekerasan no.1 (violence no. 1).

b. Kekerasan Memancing Kekerasan
Tidak seorang pun dilahirkan untuk menjadi budak. Tidak seorangpun berusaha untuk mengalami ketidakadilan, penghinaan dan ketidak berdayaan (restrictions). Manusia yang hidup diadalam kondisi Sub-Human sama dengan hak istmewa (previledge) mengiring umat manusia yang tak terhitung jumlahnya ini kedalam kondisi ketidakberdayaan, penistaan dan ketidakadilan. Kondisi mereka adalah kondisi para budak. Kekerasan nomor satu ini nantinya akan memancing kekerasan nomor dua yang berupa pemberontakan, entah dari kaum tertindas sendiri atau dari kaum muda yang denagn kuat diarahkan untuk memenangkan dunia yang lebih adil dan manusiawi.
Dalam kekerasan nomor dua ini terdapat berbagai variasi, perbedaaan tingkatan dan nuansa dari benua ke benua, negara ke negara dan kota ke kota, tetapi pada umumnya kaum tertindas sudah mulai terbuka. Dewasa ini, dengan tersedianya semua alat transportasi dan komunikasi social adalah aneh apabila berpikr bahwa pertukaran ide dan penyebaran informasi dapat dicegah.
Kaum muda mulai tidak sabar menunggu kaum yang diuntungkan melepaskan hak-hak istemewanya. Kaum muda sangat sering melihat pemerintah terlalu terikat p[ada kelas yang diuntungkan. Karena itu kaum muda semakin banyak yang berpaling pada tindakan radikal dan kekerasan.
Kekerasan memancing kekerasan. Tanpa rasa takut dan tanpa henti-hentinya. Ketidakadilan menimbulkan pemberontakan, baik dari kaum tertindas maupun dari kaum muda, yang bertekad untuk memenangkan dunia yang lebih adil dan manusiawi.

c. Dan Kemudian Datanglah represi
Ketika Konflik sampai ke jalan-jalan, ketika kekerasan no. 2 mencoba melawan kekerasan no. 1, para penguasa memandang wajib menjaga atau memulihkan ketertiban umum, sekalipun itu berarti di pakainya kekuatan; inilah kekerasan no. 3. Seringkali penguasa bertindak lebih jauh lagi, dan hal ini menjadi semakin ummum: untuk memperoleh informasi, yang mungkin sungguh oenting untuk keamanan public, logika kekerasan menyebabklan mereka memakai penyiksaan moral dan fisik seolah-olah segala informasi yang didapat melalui penyiksaan tidak penting untuk di perhatikan!
Di negara-negara maju sangat sering terjadi protes-protes terhadap penerapan penyiksaan di dunia ketiga. Maksudnya sangat baik, demikian juga hasil-hasilnya. Hal itu menjadi tekanan moral yang membebaskan: pemerintha tidak suka bila ia dilihat sebagai despotis atau terbelakang di mata dunia.
Tetapi tidak ada satupun negara maju perlu menjaga iluis-ilusi itu: dimanapun kekerasan akan terjadi, dimanapun protes dari kaum tertindas dan kaum muda, dihadaokan pada masalah ketidakadilan, akan semakin meningkat; dimanapun protes-protes itu akan berhasil menciptakan suatu perasaan panic dipara penindas.
Bagaimana bisa para psikolog, sosiolog dan pendidik tidak dapat meramalkan kepahitan yang dialami kaum muda, pemberontakan mereka yang makin meningkat, kekecewaan mereka? Tidakkah dapat diharapkan bahwa ledakan kaum muda ini seharusnya sudah dapat diprediksi, diketahui dan dihindarkan, bahwa seharusnya dimungkinkan untuk menatap segala yang benar dan adil dalam agitasi kaum muda, termasuk tuntutan yang dimanfaatkan oleh para aktivis professional?
Perang psikologis - dilakukan oleh kaim kiri ekstrim mauoun kaum kanan ekstrim dan rejim-rejim demokrasi yang mulai melihat aksi protes berkembang – justru dilihat sebagai ilmiah. Itulah praktek inkuisisi yang mengabsi pada teknologi nuklis dan abad penjelajahan angkasa.
Setelah melihat masa lampau dan mungkin setelah melihat reaksi-reaksi tipikal tertentu , kekerasan no. 3 – represi oleh pemerintah, dengan dalih menjaga ketertiban umum, keamanan nasional, dunia bebas – bukanlah monopoli negara-negara dunia ketiga. Tak satu pun negara didunia ini yang tidak terancam jatuh kedalam sakitnya akbiat kekerasan.

d. Ancaman Nyata
Adakah bahaya yang nyata ketika melihat ketidakadilan didunia ini semakin memburuk? Apa yang harus dipertimbangkan dalam usaha-usaha negara maju untuk menangani keterbelakangan dan kemiskinan di negara-negara miskin? Apa yang akan dipikirkan dalam usaha-udaha negara-negara maju untuk melenyapkan lapisan lapisan keterbelakangan di tanahnya sendiri?
Didunia ketiga, karena reformasi mendasar, perubahan dalam struktur-struktur sosio ekonomi, politik dan cultural hanya ada diatas kertas, akan dicapai konklusi yang itu juga: yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin.
Tidak ada tanda-tanda perubahan yang jelas yang kelihatan pada struktur – struktur di negara maju manapun dalam blok kapitalis (blok sosialis juga menhadapi maslah-masalah berat, sebagaimana akan kelihatan suatu saat nanti).
Kaum kaya akan menerima pembicaraan tentang bantuan: untuk sesame warga negara meraka sendiri bukan untuk dunia ketiga. Tetapi tidak mungkin membicarakan terlalu banyak tentang keadilan, hak-hak, perubahan structural. Bantuan perlu tetapi tidak cukup. Bila tidak ada keberanian dan ketajaman untuk melakukan revisi yang lengkap atas kebijakan perdagangan internasional, negara-negara miskin akan tetap menjadi semakin miskin dan hanya semakin memperkaya negara-negara kaya.
Namun reaksi kaum tertindas juga menunjukkan tada-tanda menjadi lebih tajam. Tidak mungkin menutup-nutupinya agar tidak menyebar. Cukuplah mengetahui apa yang sedang terjadi di dunia. Kaum tertindas, kaum yang dipinggirkan, kaum yang takut sedang membuka mata, menjadi sadar dan mulai memiliki keberanian. Dan kaum muda disana, mudah dikatakan bahwa setelah masa studinya berakhir, para kritikus cendrung diam dan mencari hidup enak, menjadi borjuis. Tetapi ada kaum muda yang menyiapkan dirinya untuk menjaga agar kobaran api tetap hidup.
Dunia sedang menuju bencana, protes, kekerasan yang berasak dari kaum tertindas dan kaum muda. Dan kesimpulan yang tidak dapat dielakkan adalah bahwa terdapat ancaman nyata meningkatnya kekerasan, jatuhnya dunia ini kedalam spiral kekerasan.
II. Sebuah Solusi yang Valid
A. Kekerasan Bersenjata : Satu-Satunya Solusi?
Ketika kemanusian terancam oleh kepungan kekerasan dan kebencian, kita tidak berhak menghibur diri dengan ilusi-ilusi, membuat jaminan pada diri sendiri dnegan solusi-solusi palsu (pseudosolutions) yang kerugian ntama yang diakibatkannya adalah pengalihan perhatian kita dari solusi-solusi yang sulit tetapi dilakukan dengan berani dan mungkin itulah solusi-solusi yang justru benar.
Sebagai usaha pertama, baiklah dicoba menguji kemungkinan-kemungkinan nyata dari kekerasan bersenjata. Terdapat suara-suara yang menyerukan kepada kita bahwa solusinya terletak pada penciptaan lebih banyak di Vietnam.
Thich Nhat Hanh, dalam Vietnam : The Lotus In The Sea of Fire, menyerukan situasi nyata Vietnam yang tidak dapat disangkal, merupakan gambaran langsung nasib semua negar dunia ketiga seandainya harus mengalami kemalangan bahwa dijadikan ajang perang kedua imperium, yang dengan dalih ideologis hamper tidak pernah menyatakan-menyatakan tujuan prestise politis dan keuntungan-keuntungan yang dihasilkannya untuk perang ekonomi mereka.
Tidak mudah memprediksi apa yang menjadi factor penentu dalam perang Vietnam. Agaknya jelas bahwa kekuasaan kelas satu sekalipun tidak dapat mengalahkan gerilya kalau tidak menghitung dukungan penduduk. Ini berarti bahwa pembebasan Vietnam (dan negara-negara yang akan mengalami nasib yang sama) sangat relative : rakyat tetap menjadi satelit orbit kapitalis atau beredar sebagai satelit di orbit sosialis.

B. Gandhi, Kegagalan atau Nabi ?
Jika Gandhi diambil sebagai contoh pemimpin pantang kekerasan yang aktif dan berani, boleh ditanyakan Gandhi, mana Kemenangan mu? Dalam jangka pendek, Gandhi tampak telah gagal. Apa sebetulnya prospek ajarannya, baik di negara dunia ketiga maupun di negara-negara maju? Agar kebenaran dan tekanan moral yang memebebaskan (liberating moral pressure) menjadi suatu alternative nyata terhadap revolusi bersenjata, kelihatan esensial bahwarezim yang telah mapan harus memiliki sedikit penghargaan pada hak-hak asasi manusia, terutama hak atas kebebasan menyatakan pendapat. Yang jauh lebih penting adalah metode-metode totalitarian tidak dirancang untuk menyalahkan kebenaran, dan tidak ada penganiayaan moral atau fisik.
Salah satu senjata yang paling menakutkan dari regim authoritarian adalah membiarkan saja pemimpin-pemimpin tertinggi dan menangkap orang-orang yang tidak memiliki keyakinan diri, tanpa resistensi moral, tidak cukup siap menghadapi interogasi yang kompleks, jahat dan penuh tipu daya.
Dimana-mana, juga dalam mayoritas yang lamban dan ekstrim kiri serta ekstrim kanan yang saling bertentangan akibat kekerasan dan kebencian, terdapat minoritas-minoritas yang benar-benar sadar bahwa kekerasan bukanlah jawaban yang sesungguhnya atas kekerasan; bahwa jika kekerasan dihadapi dengan kekerasan, dunia akan jatuh kedalam spiral kekerasan; bahwa satu-satunya jawaban yang benar atas kekerasan adalah keberanian untuk menatap ketidakadilan-ketidakadilan yang diciptakan oleh kekerasan no.1
Kelas yang diuntungkan dan penguasa akan paham bahwa akal sehat menuntuk seseorang memilih antara disatu pihak, dan di pihak lain usaha-usaha pantang kekerasan, tekanan moral yang memebebaskan. Bagi mereka yang beranggapan bahwa penguasa dan kelas yang diuntungkan takkan pernah menyerah pada usaha pantang kekerasan – yang tidak akan puas dengan reformasi-reformasi kecil, melainkan menuntut perubahan yang pasti dalam struktur-struktur yang tidak adil dan tidak manusiawi – cukup untuk diingat bahw anak-anak mereka sangat sering berpihak pada keadilan dan bahwa kaum muda merupakan suara yang kuat mendukung tuntutan atas dunia yang lebih bersatu dan manusiawi.



Tidak ada komentar: